Minggu, 29 November 2015

Menghadapi dilema antara memaafkannya atau tidak??

Terkena musibah!
Siapa sih yang nggak pernah??

Rasa dongkol, putus asa, penyesalan, sedih bisa berkumpul jadi satu. Rasanya sesak didada.

Apa lagi kalo kita bisa nemuin siapa yang bisa dikambing hitamkan dalam musibah kita.
Hmm.. Enaknya diapain yah??

Sebenarnya gak selalu musibah itu hanya orang yang tertimpa musibah saja yang kesusahan sih, orang yang menyebabkan musibahpun tidak jarang menanggung resikonya.

Jika saat itu tiba, mungkin kita bisa merasakan dilema ini.
Mau dimaafkan berat..
Mau tidak dmaafkan kasihan..
Memang sih memaafkan atau tidak itu hak kita..
Tapi kan..

Walah... Dari pada galau, yuk kita belajar memaafkan dari pelajaran Syaikh utsaimin.

Biar tambah bijaksana

Asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimîn rohimahullôh
mengatakan:

MEMAAFKAN TIDAKLAH BAIK kecuali terdapat didalamnya perbaikan.

Maka apabila ada seorang yang berbuat jelek padamu dalam keadaan ia adalah orang yang dikenal dengan kejelekan, lalim dan berbuat sewenang-wenang terhadap hamba-hamba Allôh.

Jadi yang lebih afdhal adalah dengan tidaklah memaafkannya serta kamu menuntut hakmu.

karena jika kamu memaafkan, kejelekannya akan semakin bertambah .

Adapun kalau yang berbuat salah kepadamu adalah orang yang jarang salah dan tidak berbuat sewenang-wenang, akan tetapi perkara yang terjadi adalah perkara yang
jarang, maka disini yang lebih afdhol adalah kamu memaafkannya.

Sebuah contoh dari (hal) tersebut adalah kecelakaan mobil yang banyak terjadi pada hari-hari ini.

sebagian orang terburu-buru untuk memaafkan orang yang menabraknya, yang seperti ini bukanlah perkara yang
baik, akan tetapi yang bagus adalah engkau melihat dan mencermati, apakah sopir pengendara tadi ngawur dan ugal-ugalan, tidak peduli dengan (keselamatan) para hamba Allôh dan tidak peduli dengan aturan?!

kalau seperti ini keadaannya, maka janganlah
engkau memberi belas kasihan kepadanya dan ambillah hakmu sepenuhnya.

Adapun kalau seorang ia dikenal dengan sikap tenang, takut kepada Allôh, menjauhi dari (sikap) mengganggu dari makhluk Allôh, dan mentaati aturan. Akan tetapi perkara yang terjadi darinya karena sebab luputnya konsentrasi, maka memaafkannya disini lebih
afdhol, karena Allôh ta'âla berfirman:
﴿ ﻓَﻤَﻦْ ﻋَﻔَﺎ ﻭَﺃَﺻْﻠَﺢَ ﻓَﺄَﺟْﺮُﻩُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﴾
"Barangsiapa memaafkan dan memperbaiki, maka pahalanya disisi Allôh"
Maka harus memperhatikan sisi ishlâh dalam
permasalahan memaafkan.

Lihat "Syarh Riyâdhus Shôlihîn" oleh Asy-Syaikh Ibnu
Utsaimîn rohimahullôh (1/104).
•┈┈┈••✦✿✦••┈┈┈•

○ ﺍﻟﻌَﻔْﻮُ ﻻ ﻳﻜﻮﻥُ ﺧﻴﺮﺍً ﺇﻻَّ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥَ ﻓﻴﻪ ﺇﺻﻼﺡ ؛ ﻓﺈﺫﺍ ﺃﺳﺎﺀَ ﺇﻟﻴﻚَﺷﺨﺺٌ ﻣﻌﺮﻭﻑٌ ﺑﺎﻹﺳﺎﺀﺓِ ﻭﺍﻟﺘَّﻤَﺮُّﺩِ ﻭﺍﻟﻄُّﻐﻴﺎﻥ ﻋﻠﻰ ﻋﺒﺎﺩِ ﺍﻟﻠﻪ ؛ ﻓﺎﻷﻓﻀﻞ ﺃﻟَّﺎ ﺗَﻌﻔﻮ ﻋﻨﻪ ﻭﺃﻥُ ﺗﺄﺧُﺬَ ﺑﺤَﻘِّﻚ ، ﻷﻧﻚَ ﺇﺫﺍ ﻋَﻔَﻮﺕَ ﺍِﺯﺩﺍﺩَ ﺷَﺮُّﻩ ؛

○ ﺃﻣَّﺎ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥَ ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ ﺍﻟﺬﻱ ﺃﺧﻄﺄَ ﻋﻠﻴﻚَ ﻗﻠﻴﻞُ ﺍﻟﺨﻄﺄ ، ﻗﻠﻴﻞُ ﺍﻟﻌُﺪﻭﺍﻥ ، ﻟﻜﻦَّ ﺍﻷﻣْﺮَ ﺣﺼَﻞَ ﻋﻠﻰ ﺳﺒﻴﻞِ ﺍﻟﻨُّﺪْﺭﺓ ، ﻓﻬُﻨﺎ ﺍﻷﻓﻀﻞُ ﺃﻥْ ﺗَﻌْﻔُﻮ ؛

○ ﻭﻣِﻦْ ﺫﻟﻚ : ﺣﻮﺍﺩﺙ ﺍﻟﺴﻴﺎﺭﺍﺕ ﺍﻟﻴﻮﻡ ﺍﻟﺘﻲ ﻛَﺜُﺮﺕْ !! ﻓﺈﻥَّ ﺑﻌﺾَ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻳَﺘَﺴَﺮَّﻉ ﻭﻳَﻌْﻔُﻮ ﻋﻦ ﺍﻟﺠﺎﻧﻲ ﺍﻟﺬﻱ ﺣﺼﻞَ ﻣﻨﻪُ ﺍﻟﺤﺎﺩﺙ ؛ ﻭﻫﺬﺍ ﻟﻴﺲ ﺑﺎﻷﺣﺴَﻦ ؛ ﺍﻷﺣﺴَﻦُ ﺃﻥْ ﺗَﺘَﺄﻣَّﻞَ ﻭﺗَﻨْﻈُﺮ : ﻫﻞ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺴﺎﺋﻖ ﻣُﺘَﻬَﻮِّﺭ ﻭﻣُﺴْﺘَﻬْﺘِﺮ ﻻ ﻳُﺒﺎﻟﻲ ﺑﻌﺒﺎﺩِ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻻ ﻳُﺒﺎﻟﻲ ﺑﺎﻷﻧﻈﻤﺔ ؟ ﻓﻬﺬﺍ ﻻ ﺗَﺮْﺣَﻤُﻪ ؛ ﺧُﺬْ ﺑﺤَﻘِّﻚَ ﻣﻨﻪ ﻛﺎﻣﻼً ،

○ ﺃﻣَّﺎ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥَ ﺇﻧﺴﺎﻥ ﻣﻌﺮﻭﻓﺎً ﺑﺎﻟﺘَّﺄَﻧﻲ ﻭﺧﺸﻴﺔِ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺍﻟﺒُﻌْﺪ ﻋﻦ ﺃﺫﻳﺔ ﺍﻟﺨَﻠْﻖ ﻭﺍﻟْﺘَﺰَﻡَ ﺑﺎﻟﻨﻈﺎﻡ ، ﻭﻟﻜﻦْ ﻫﺬﺍ ﺃﻣْﺮٌ ﺣﺼﻞَ ﻣِﻦْ ﻓَﻮﺍﺕِ ﺍﻟﺤِﺮْﺹ ، ﻓﺎﻟﻌﻔﻮُ ﻫﻨﺎ ﺃﻓﻀﻞ ، ﻷﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﻗﺎﻝ : ﴿ﻓَﻤَﻦْ ﻋَﻔَﺎ ﻭَﺃَﺻْﻠَﺢَ ﻓَﺄَﺟْﺮُﻩُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ﴾ ، ﻓﻼ ﺑُﺪَّ ﻣِﻦْ ﻣُﺮﺍﻋﺎﺓِ ﺍﻹﺻﻼﺡِ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻌَﻔْﻮ.  ﺍﻫـ
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar